Selasa, 04 Januari 2011

kisah pengusaha sukses bahan limbah

kisah pengusaha sukses bahan limbah



Tas kresek, kaleng dan kertas bekas, sampah organik atau barang lainnya adalah barang yang tak berguna dan pantas dibuang. Demikian, persepsi yang kerap muncul dihampir sebagian besar masyarakat umumnya termasuk kita. Namun, di era gaya hidup hijau, refuse, refill, recycle atau back to nature, barang tersebut menjadi sesuatu yang berharga. Barang yang tidak berguna tersebut bisa diolah menjadi produk consumer goods, pertanian, handycraft, otomotif , biogas dan sebagainya.

Di sekitar, banyak sekali sampah atau limbah yang bisa dioptimalkan. Dari hal yang paling kecil seperti kertas bekas, keleng susu, bekas oli mobil, kotoran sapi/kerbau hingga sampah rumah tangga. Limbah bisa disulap menjadi sebuah bisnis baik yang berskala kecil maupun besar, dari UKM hingga manufaktur.

Kertas bekas, misalnya. Barang ini bisa diolah menjadi bahan baku kertas bermutu setelah melewati proses manufaktur yang melibatkan modal besar. Kaleng susu, kaleng oli, bisa disulap menjadi produk antene wireless LAN. Limbah oli bisa menjadi bisnis yang besar, karena bahan dipakai sebagai bahan baku sebuah produsen oli nasional. Atau, sampah rumah tangga, umpamanya, bisa dibuat pupuk organik yang dapat menyuburkan tanaman. Tas kresek—palstik red–lewat proses sederhana bisa diolah menjadi biji plastik untuk bahan baku di pabrik-pabrik kimia. Diluar yang kami sebutkan, tentu masih banyak lagi. Kotoran hewan, serat singkong atau limbah tebu, ternyata dapat diolah menjadi produk styrofoam menggantikan bahan kimia seperti polistiren. Ampas tebu, kini dipakai sebagai bahan baku kampas rem kendaraan.

Sebagai pembaca, Anda tentu sudah banyak mengetahui tentang kisah sukses para pengusaha yang menekuni bisnis limbah ini. Banyak di antaranya kini telah menjadi jutawan atau milyarder. Kami yakin hal ini. Pasalnya, ketika sedang melakukan kegiatan jurnalistik di lapangan, kami menemukan fakta bahwa banyak produk yang berasal dari barang limbah ini. Dan, lagi, para pelaku bisnisnya, telah menikmati dari buah kreatifitasnya tersebut.

Joko Santosa, misalnya. Pengusaha asal Jogjakarta ini jeli melihat peluang bisnis kertas bekas. Usaha ini dimulai saat dia berprofesi sebagai pencari barang-barang bekas (gresek—Jawa red) di pasar. Intuisi bisnisnya muncul. Melihat jumlah kertas yang berjibun, barang tersebut lalu dikumpulkan dan dijual ke pabrik daur ulang untuk dijadikan kertas. Joko telah menikmati hasil lebih dari cukup dari bisnisnya ini.

Mully Remouldi, memiliki cerita lain lagi. Pengusaha asal Bandung itu membuat produk-produk illuminate lights dan lampu dari bahan kain dan kertas daur ulang. Produk-produk seperti lampion, kap lampu, lampu stand dan beberapa lagi lainnya telah diekspor ke manca negara di antaranya Australia dan Jerman. Di pasar domestik, kreatifitas Mully bisa dijumpai di Grand Tarakan Mall, Kalimantan Timur, PT HM Sampoerna Tbk dan beberapa lagi lainnya.

Di bidang teknologi informasi kita mengenal Muhammad Salahuddien Manggalany atau yang akrab dipanggil Didin. Pengusaha asal Malang, Jatim, ini berhasil membuat antene wireless LAN dari bekas kaleng susu. Meski belum di publikasikan secara gencar, antene sederhana itu cukup membantu jagad internet di Tanah Air. Perusahaan jasa Internet Service Provider (ISP) mengembangkan jasa layanannya lewat teknologi nirkabel dimana fungsi antene sangat diperlukan. Didin kerap diundang oleh berbagai perusahaan di luar kota untuk memasang antene ciptaannya.

Bisnis limbah, termasuk bisnis yang tidak njlimet. Hanya ditangan orang-orang kreatiflah barang tidak berguna tersebut akan berubah menjadi produk bermutu dan bernilai jual tinggi.

Sumber : http://cepiar.wordpress.com/2007/11/06/limbah-jadi-uang-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar